Model
Imperialisme Era Sekarang Di Indonesia
Tidak
terlepas dari definisi Imperialis yang menjelaskan bahwa imperialisme adalah
sistem politik yang menjajah Negara lain untuk mendapatkan kekuasaan dan
keuntungan yang lebih besar. Namun seiring dengan perekembangan peradaban dunia
dimana semua Negara di Dunia telah mendapatkan kemerdekaan nampaknya mengubah
model imperialisme. Terkhusus di Negara kita Indonesia imperialisme berubah
makna dari “penjajahan Negara lain” menjadi “penjajahan negeri sendiri”.
Sistem
politik di Negara kita yang multipartai kadang menimbulkan persaingan yang
tidak etis dan mengarah kepada perebutan kekuasaan demi kejayaan partai.
Ditengah persaingan partai-partai yang ada memicu munculnya kapitalisme dalam
politik dimana pemegang modal yang banyak tidak sungkan-sungkan mengekploitasi
suara rakyat dengan cara menyogok.
Adanya
kepentingan kekuasaan menimbulkan pengabaian kapabilitas seorang politisi untuk
duduk dikursi pemerintahan akibatnya hanya menimbulkan gangguan terhadap
stabilitas pembangunan Bangsa dan Negara serta mengabaikan suara rakyat yang
dipimpinnya, ini sama halnya dengan menjajah rakyat bangsa sendiri. Ironisnya
lagi jika hal ini dilakukan dengan unsure kesengajaan demi memperoleh kekuasaan
dan keuntungan pribadi dan golongan.
Kepentingan
akan kekuasaan sangat jelas nampak dipermukaan dimana beberapa partai
berlomba-lomba menggaet para artis untuk dijadikan politisi. Popularitas artis
sepertinya memang sangat menjanjikan untuk meraup suara karena telah dikenal
secara meluas oleh masyarakat. Ketimpangan yang muncul disini adalah lahirnya
politisi-politisi yang tidak mempunyai pengalaman yang cukup dalam dunia
politik yang tentu saja bisa menodai hakikat politik itu sendiri.
Banyak
orang yang bertanya kenapa Negara kita perkembangannya sangat lambat,
jawabannya karena banyak pemerintah daerah maupun pusat yang mementingkan
kekuasaan daripada pembangunan. Jika pemerintah kita bersih mulai dari tingkat
Dusun sampai Pusat maka yakinlah Negara kita akan maju. Yang perlu dibenahi
terlebih dahulu adalah pemerintah yang ada di Daerah karena kunci pembangunan
ada di Daerah. Meskipun pemerintah pusat itu bersih jika pemerintah Daerah
kotor maka pembangunan tidak akan berjalan dengan baik.
Peran
pemerintah pusat juga tidak kalah pentingnya dalam pembangunan akan tetapi
bagaimana jika pemerintah belum seutuhnya berpihak kepada rakyat. Krisis pangan
yang kadang terjadi adalah buah dari ketidak berpihakan pemerintah kepada
rakyatnya yang bertani. Contohnya kurang produksi kedelai dalam negeri ini
disebabkan karena pemerintah tidak henti-hentinya mengimpor kedelai padahal
petani kita bisa menutupi kebutuhan kedelai Indonesia jika harganya menjanjikan
buat kesejahteraan para petani. Akan tetapi karena ada kedelai impor yang lebih
digemari membuat petani berhenti menanam kedelai karena kalah persaingan dalam
pasar.
Kebijakan
pemerintah dalam mengimpor pangan dinilai banyak kalangan sebagai bentuk
penindasan rakyat terutama petani. Tanah air kita sangat subur apapun yang akan
ditanam bisa tumbuh dengan baik tetap saja aktivitas impor pangan tetap
berjalan. Banyak petani kita menjerit karena murahnya harga pangan terutama
kebutuhan pokok seperti padi, jagung dan kedelai. Krisis pangan akan
mempengaruhi roda perekonomian terutama pengusaha yang mengandalkan bahan
pangan sebagai bahan produksi seperti pengusaha tahu dan tempe.
Orang-orang
yang duduk dipemerintahan seakan-akan tidak mendengar jeritan rakyat mereka
hanya memanfaatkan kekuasaannya untuk mengatur kebijakan semaunya mereka.
Terutama kebijakan impor pangan tidak diberhentikan karena menguntungkan
kalangan tertentu. Jika diberhentikan maka kalangan tersebut tidak bisa meraup
untung yang besar meskipun dibelakang rakyat menjerit. Inilah akibat jika para
politisi yang duduk dikursi pemerintahan tidak mempunyai latarbelakang politik
yang bagus dan hanya mengandalkan kekuasaan semata.
Fakta
nyata yang membuktikan bahwa para elit politik memanfaatkan kekuasaan untuk
meraup untung yang besar adalah terungkapnya kasus korupsi oleh punggawa PKS
dan kasusnya adalah kuota daging impor. Inilah salah satu bukti bahwa aktivitas
impor pangan tidak diberhentikan karena merupakan ladang uang oleh penguasa.
Bagaimana dengan impor bahan pangan yang lain ?
Dengan
melihat fenomena sekarang tampaknya imperialisme, kapitalisme dan feodalisme
sudah bersatu dan marak praktiknya di Indonesia. Pemberian wewenang kepada
pemilik modal untuk menangani kebijakan ekonomi merupakan bentuk kapitalisme
dan feodalisme yang dibungkus oleh kekuatan imperialisme dalam hal ini pemanfaatan
kekuasaan. Akibat dari itu semua banyak orang berkapabilitas tinggi dalam hal
kepemimpinan tidak bisa memimpin karena tidak punya uang untuk membeli suara
sehingga pembangunan Bangsa kita jalan ditempat.
Penulis
: Masdar
Pekerjaan
: Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Hasanuddin, Makassar
Penggemar Filsafat Peradaban
No. HP :
085255380592
No comments:
Post a Comment