SENJATA
KEHABISAN AMUNISI
Senjata kehilangan amunisi, mungkin
itulah kata-kata yang pantas untuk hukum di Negara kita yang tercinta ini.
Jika
seorang prajurit tengah kehabisan amunisi dalam berperang sudah pasti prajurit
tersebut tidak bisa menembak lawannya, bahkan bisa-bisa dia tertembak. Alangkah
ironisnya kalau hal tersebut tercermin dalam hukum. Memang cerminan tersebut sudah
mendekati hukum di Negara kita yang merupakan Negara hukum. Hukum seakan-akan
hanya sebuah formalitas. Kepercayaan masyarakat terhadap UU tidak mustahil
semakin lama akan memudar, yang bisa-bisa memunculkan hukum rimba dan pada
kenyataannya hukum rimba mulai terlihat pula seperti pada peristiwa penembakan
4 tahanan di Lapas dan pembunuhan oknum polisi oleh masyrakat.
Rentetan
Pelanggaran Hukum
Ditengah
carut-marutnya Negara kita sekarang dengan banyaknya pelanggaran-pelanggaran hukum,
anggap saja tindakan korupsi yang tak ada habis-habisnya serta tindakan
kriminal yang sangat kerap terjadi. Untuk kasus korupsi memang seakan-akan
sudah menjadi budaya dikalangan pejabat, bermula dari kasus Nazaruddin,
Angelina Sondakh, Sri Mulyani, Alfian Mallarangeng dan masih banyak lagi yang
kasus yang lain baik yang dilakukan oleh pejabat dipusat maupun pejabat di
Daerah, sampai sekarang ramai diberitakan kasus tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan dan
rekannya Fhatanah. Ironisnya ketika KPK ingin melakukan penyitaan justru KPK
diserang balik dengan gugatan. Ini sama halnya dengan menghilangkan hak dan
kewajiban KPK. Pada fenomena tindak pidana korupsi jaman sekarang terjadi pula
penempatan kolektifitas yang salah seperti adanya indikasi korupsi yang dilakukan
secara kolektif atau secara tim.
Korupsi
dilakukan oleh sosok yang seharusnya menjadi panutan yang harus diteladani oleh
para bawahannya termasuk masyarakat. Akan tetapi tidak mungkin muncul
keteladanan terhadap sosok-sosok tersebut. Tidak ada yang patut diteladani
kalau mereka hanyalah pelanggar hukum yang memanfaatkan kedudukannya dan
mengakibatkan masyarakat kalangan bawah tertindas diatas tertawaannya.
Selain
maraknya tindak pidana korupsi marak pula tindakan kriminal, sebut saja
penembakan 4 tahanan disalah satu lapas yang ada di Sleman, pengrusakan dan
pembakaran beberapa kantor di Palopo, tindakan pemerkosaan, TNI vs Polisi dan
masih banyak lagi yang bisa kita lihat melalui media massa. Bisa diasumsikan
bahwa setiap detik,menit,jam dan hari selalu tejadi kejahatan maupun dalam
skala kecil maupun skala besar. Hal ini membuat masyarakat Negara kita dihantui
rasa takut karena merasa tidak aman dengan keberadaannya. Bayangkan saja
didalam tahanan pun orang bisa dibunuh oleh pihak yang bertanggung jawab.
Kehilangan
Ketajaman
Melihat
fenomena pelanggaran-pelanggaran hukum yang dipaparkan sebelumnya mengundang
pertanyaan dari berbagai kalangan. Kenapa tindak korupsi dan kejahatan selalu
terjadi ? dimanakah hukum negara kita kita ? dikemanakan UU yang sudah
dirumuskan ?. jawabannya adalah hukum di negara kita tetap ada begitupun dengan
rumusan UU, hanya hukum kita dalam keadaan hilang ketajamannya sehingga tidak
bisa memberi efek jerah dan warning terhadap pelaku pelanggaran hukum. Mereka
tetap saja nekat melanggar hukum seperti halnya senjata yang kehabisan amunisi
sehingga tidak bisa menembak lawannya. Rentetan pelanggaran hukum selalu
terjadi, jika pelaku sudah terjerat hukum dan dipenjarakan itu seakan-akan
tidak memberikan rasa takut kepada yang lainnya untuk tetap melanggar, ini
adalah bukti kalau hukum benar-benar kehilangan ketajaman. Bisa kita lihat
dalam realita ketika pelaku tindak pidana korupsi berhasil dijerat akan muncul
lagi pelaku yang, begitu seterusnya yang terjadi. Begitupun dengan pelaku
kejahatan walaupun sudah banyak yang ditangkap tetap saja terjadi hal yang
serupa dan malah semakin menjadi-jadi.
Hukum
diterapkan untuk dipatuhi tapi itu hanya pada hakikatnya, buktinya masih banyak
yang melanggarnya. Timbul interpretasi dari masyarakat bahwa hukum dibuat untuk
dilanggar. Tak salah jika masyarakat mengatakan seperti itu karena mereka
mendasarkan pada fenomena.
Hilangnya
Kepercayaan
Indikasi
hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap eksistensi hukum di Indonesia tidak
bisa dipungkiri keberadaannya. Penyelenggara hukum dan manuver-manuver politik
ikut menjadi korban hilangnya kehilangan kepercayaan dalam menjalani fungsinya.
Kewibawaan para pejabat jika berbicara didepan publik sudah tidak lagi menjadi
tolak ukur untuk membuat suatu penilaian terhadapnya. Berdasar pada kejadian
yan ada sebelumnya banyak sosok yang wibawa didepan publik tapi bejat
dibelakang publik. Bagaimana jika masyarakat sudah hilang kepercayaan terhadap
hukum ?, tentu hukum sesungguhnya mati, jika senjata sudah tidak bisa
ditembangkan karena kehabisan amunisi maka pemegang senjata bisa tertembak
mati. Begitu pula yang akan terjadi dengan hukum jika pelanggaraan marak saja
terjadi secara terus menerus. Lalu apa solusinya ? mungkin hukum berbasis
kearifan local bisa menjadi alternatif.
No comments:
Post a Comment