Wikipedia

Search results

Ingin Mahir MS Excel silahkan klik gambar berikut ini

Mahir Microsoft Excel 486x60

Dapatkan E-Book Motivasi

Ebook Motivasi 728x90

Wednesday, September 4, 2013

Senjata Kehabisan Amunisi

SENJATA KEHABISAN AMUNISI

Senjata kehilangan amunisi, mungkin itulah kata-kata yang pantas untuk hukum di Negara kita yang tercinta ini.
Jika seorang prajurit tengah kehabisan amunisi dalam berperang sudah pasti prajurit tersebut tidak bisa menembak lawannya, bahkan bisa-bisa dia tertembak. Alangkah ironisnya kalau hal tersebut tercermin dalam hukum. Memang cerminan tersebut sudah mendekati hukum di Negara kita yang merupakan Negara hukum. Hukum seakan-akan hanya sebuah formalitas. Kepercayaan masyarakat terhadap UU tidak mustahil semakin lama akan memudar, yang bisa-bisa memunculkan hukum rimba dan pada kenyataannya hukum rimba mulai terlihat pula seperti pada peristiwa penembakan 4 tahanan di Lapas dan pembunuhan oknum polisi oleh masyrakat.
Rentetan Pelanggaran Hukum
Ditengah carut-marutnya Negara kita sekarang dengan banyaknya pelanggaran-pelanggaran hukum, anggap saja tindakan korupsi yang tak ada habis-habisnya serta tindakan kriminal yang sangat kerap terjadi. Untuk kasus korupsi memang seakan-akan sudah menjadi budaya dikalangan pejabat, bermula dari kasus Nazaruddin, Angelina Sondakh, Sri Mulyani, Alfian Mallarangeng dan masih banyak lagi yang kasus yang lain baik yang dilakukan oleh pejabat dipusat maupun pejabat di Daerah, sampai sekarang ramai diberitakan kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan dan rekannya Fhatanah. Ironisnya ketika KPK ingin melakukan penyitaan justru KPK diserang balik dengan gugatan. Ini sama halnya dengan menghilangkan hak dan kewajiban KPK. Pada fenomena tindak pidana korupsi jaman sekarang terjadi pula penempatan kolektifitas yang salah seperti adanya indikasi korupsi yang dilakukan secara kolektif atau secara tim.
Korupsi dilakukan oleh sosok yang seharusnya menjadi panutan yang harus diteladani oleh para bawahannya termasuk masyarakat. Akan tetapi tidak mungkin muncul keteladanan terhadap sosok-sosok tersebut. Tidak ada yang patut diteladani kalau mereka hanyalah pelanggar hukum yang memanfaatkan kedudukannya dan mengakibatkan masyarakat kalangan bawah tertindas diatas tertawaannya.
Selain maraknya tindak pidana korupsi marak pula tindakan kriminal, sebut saja penembakan 4 tahanan disalah satu lapas yang ada di Sleman, pengrusakan dan pembakaran beberapa kantor di Palopo, tindakan pemerkosaan, TNI vs Polisi dan masih banyak lagi yang bisa kita lihat melalui media massa. Bisa diasumsikan bahwa setiap detik,menit,jam dan hari selalu tejadi kejahatan maupun dalam skala kecil maupun skala besar. Hal ini membuat masyarakat Negara kita dihantui rasa takut karena merasa tidak aman dengan keberadaannya. Bayangkan saja didalam tahanan pun orang bisa dibunuh oleh pihak yang bertanggung jawab.
Kehilangan Ketajaman
Melihat fenomena pelanggaran-pelanggaran hukum yang dipaparkan sebelumnya mengundang pertanyaan dari berbagai kalangan. Kenapa tindak korupsi dan kejahatan selalu terjadi ? dimanakah hukum negara kita kita ? dikemanakan UU yang sudah dirumuskan ?. jawabannya adalah hukum di negara kita tetap ada begitupun dengan rumusan UU, hanya hukum kita dalam keadaan hilang ketajamannya sehingga tidak bisa memberi efek jerah dan warning terhadap pelaku pelanggaran hukum. Mereka tetap saja nekat melanggar hukum seperti halnya senjata yang kehabisan amunisi sehingga tidak bisa menembak lawannya. Rentetan pelanggaran hukum selalu terjadi, jika pelaku sudah terjerat hukum dan dipenjarakan itu seakan-akan tidak memberikan rasa takut kepada yang lainnya untuk tetap melanggar, ini adalah bukti kalau hukum benar-benar kehilangan ketajaman. Bisa kita lihat dalam realita ketika pelaku tindak pidana korupsi berhasil dijerat akan muncul lagi pelaku yang, begitu seterusnya yang terjadi. Begitupun dengan pelaku kejahatan walaupun sudah banyak yang ditangkap tetap saja terjadi hal yang serupa dan malah semakin menjadi-jadi.
Hukum diterapkan untuk dipatuhi tapi itu hanya pada hakikatnya, buktinya masih banyak yang melanggarnya. Timbul interpretasi dari masyarakat bahwa hukum dibuat untuk dilanggar. Tak salah jika masyarakat mengatakan seperti itu karena mereka mendasarkan pada fenomena.
Hilangnya Kepercayaan

Indikasi hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap eksistensi hukum di Indonesia tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Penyelenggara hukum dan manuver-manuver politik ikut menjadi korban hilangnya kehilangan kepercayaan dalam menjalani fungsinya. Kewibawaan para pejabat jika berbicara didepan publik sudah tidak lagi menjadi tolak ukur untuk membuat suatu penilaian terhadapnya. Berdasar pada kejadian yan ada sebelumnya banyak sosok yang wibawa didepan publik tapi bejat dibelakang publik. Bagaimana jika masyarakat sudah hilang kepercayaan terhadap hukum ?, tentu hukum sesungguhnya mati, jika senjata sudah tidak bisa ditembangkan karena kehabisan amunisi maka pemegang senjata bisa tertembak mati. Begitu pula yang akan terjadi dengan hukum jika pelanggaraan marak saja terjadi secara terus menerus. Lalu apa solusinya ? mungkin hukum berbasis kearifan local bisa menjadi alternatif.

No comments:

Post a Comment